Baru-baru ini, tepatnya pada hari Selasa, 24 April 2023, Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) menghimbau masyarakat Indonesia untuk meminimalkan paparan terhadap sinar matahari mulai dari jam 10:00 pagi hingga jam 16:00 sore. Himbauan tersebut dikeluarkan untuk mengurangi risiko kesehatan publik akibat sinar Ultra Violet (UV) berintensitas tinggi yang diperkirakan akan melanda beberapa wilayah di Indonesia, terutama di ibu kota Jakarta. BMKG menyarankan bagi mereka yang beraktivitas di luar untuk menggunakan tabir surya (sun block) dengan minimal SPF 30 dan mengulanginya setiap 2 jam serta memakai pelindung seperti topi lebar dan kacamata hitam untuk mengurangi paparan sinar UV yang dapat mencapai tingkat 8-10 (UV Index).
Dalam menjalankan aktifitas hari-hari, kita banyak menghabiskan waktu dalam ruangan; di rumah, di tempat kerja, di tempat belajar dan sebagainya. Namun, ternyata tanpa sadar, di dalam ruangan kita menghirup polutan yang jumlahnya jauh lebih banyak dan berbahaya bagi kesehatan daripada di luar. Dampaknya bukan hanya kepada kesehatan fisik kita seperti bahaya pernafasan, tapi beberapa penelitian menemukan juga pengaruhnya terhadap kesehatan mental.
Semakin maraknya pilihan pembersih udara di pasar, semakin mudah pula kita terkecoh dengan janji manis dan klaim bombastis dari berbagai merek. Tingkat efisiensi filter adalah parameter yang paling sering dijadikan patokan pemilihan pembersih udara. Padahal, pemilihan pembersih udara seharusnya berdasarkan pada keseluruhan hasil performa alat, yaitu dapat dinilai dari jumlah udara bersih yang dihasilkan atau dikenal dengan istilah Clean Air Delivery Rate (CADR).
Baru-baru ini, pemerintah baru saja melonggarkan kebijakan penggunaan masker di ruang terbuka. Namun, dengan paparan polusi udara yang sangat tinggi, seiring dengan meningkatnya transportasi di jalan, apakah tidak mengenakan masker di ruang terbuka adalah pilihan yang bijaksana? Siapkah kita berpindah dari risiko Covid-19 ke risiko penyakit akibat polusi udara lainnya? Terlebih lagi Jakarta sempat disebut sebagai kota dengan tingkat polusi udara terburuk di dunia dalam beberapa hari terakhir.
Di tengah kembalinya berbagai kegiatan menjadi normal, ada satu hal yang tidak diharapkan ikut kembali, yaitu polusi udara. Setelah mengalami perbaikan sementara sewaktu masa PSBB dan PPKM di kala pandemi Covid-19, tingkat polusi udara di ibukota kini kembali memburuk, bahkan lebih buruk dari sebelum pandemi melanda. Ironisnya, hal ini tidak hanya terjadi di ibukota Jakarta saja, studi menyatakan bahwa berdasarkan data polusi udara, tidak ada satupun negara di dunia yang memenuhi standar kualitas udara sehat menurut WHO.
Berbicara tentang kesehatan, seringkali kita langsung merujuk pada kesehatan fisik. Padahal kesehatan mental sebenarnya dinilai sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental, baik internal maupun eksternal. Salah satu faktor yang paling diabaikan adalah polusi udara.
Penurunan tingkat harapan hidup akibat polusi udara lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit berbahaya lainnya. Berbagai pilihan sederhana untuk mengurangi paparan polusi udara dalam kegiatan sehari-hari, dapat membantu memperpanjang usia.
People today are unknowingly consuming microplastics. What are microplastics? To start, microplastics are plastics that are no bigger than 5 millimeters in length. They originate from anything that contains traces of plastic. Toothbrushes, baby bottles, food packaging, clothes, you name it. Microplastics are everywhere.
Sudah lebih dari satu tahun terakhir, setiap berbicara mengenai kesehatan udara, Covid-19 kerap menjadi perhatian publik. Padahal kesehatan udara sudah menjadi bahan perbincangan jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Universitas Harvard, AS, paparan jangka panjang terhadap polusi udara dapat dikategorikan sebagai salah satu pre-existing condition yang dapat meningkatkan risiko kematian akibat infeksi COVID-19. Studi yang sama menemukan korelasi tinggi atas seseorang yang tinggal di daerah dengan polusi udara buruk dengan terjangkitnya penyakit COVID-19, dibandingkan dengan seseorang yang bertetap di daerah polusi udara rendah.